Penolakan tersebut dikarenakan DLP bukan merupakan program prioritas dan tentunya menghabiskan anggaran. Terkait hal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Riau turut menanggapi hal tersebut.
"Kalau IDI melihat pelayanan dokter primer ini tidak ada masalah, kita harus memperkuat Fakultas Kedokteran. Dan dokter yang lahir dari Fakultas Kedokteran kompetensinya harus terukur," kata Ketua IDI Riau Zul Asdi kepada bertuahpos.com, Jumat (18/11/2016).
Yang menjadi masalah untuk program DLP ini karena, dokter sendiri telah menempuh pendidikan yang panjang, yakni 6-7 tahun. Kemudian ditambah lagi dengan pendidikan intensif 1 tahun.
"Belum lagi ada ujian akhir yang belum tentu lulus di Fakultas Kedokteran ini. Inilah yang membuat masalah dan kami menolak program itu," kata Zul.
Kemudian jika mereka sudah lulus menjadi dokter, yang harus dilakukan agar dokter bisa bersaing adalah cukup dengan peningkatan kompetensi dokter.
"Bukan harus menempuh pendidikan lagi dan sekolah itu tidak perlu ada karena akan merugikan," lanjut Zul Asdi.
Dia juga menambahkan, saat ini jumlah Fakultas Kedokteran yang ada di Indonesia apakah bisa menampung dokter yang disekolahkan lagi. Belum lagi dokter yang ada di Indonesia saat iji jumlahnya mencapai 100.000 orang.
"Dimana mereka mau sekolah? Kalau mereka sekolah lagi siapa nanti yang melayani masyarakat dan ini asal-asalan saja. Cukuplah mereka melakukan pendidikan kedokteran berkelanjutan," ucap Zul Asdi.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Kesehatan beberapa waktu lalu merecanakan program dokter layanan primer (DLP). Program ini sendiri dianggap telah memboroskan anggaran dan dokter juga harus menempuh pendidikan yang lebih panjang.
Selain itu, pendidikan program Dokter Layanan Primer juga terkesan dipaksakan. Hal inilah yang membuat para dokter tidak terima dan sempat melakukan demo penolakan kebijakan tersebut.