“Bagi hasil ini yang ingin kita ubah karena tidak sesuai dengan kegiatan produksi minyak di darat. Sekarang bagi hasilnya 85% berbanding 15%. Kita ingin bagi hasil negara turun supaya lebih atraktif,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja saat berdiskusi terkait seputar perkembangan terkini industri hulu migas di Gedung Plaza Centris, Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Menurutnya bagi hasil tersebut dianggap relevan jika pengembangan wilayah kerja migas dilakukan di darat. Namun kondisi sekarang sudah jauh berbeda, karena pengembangan wilayah migas saat ini berada di laut dalam dengan investasi jauh lebih besar ketimbang di darat.
“Perubahan bagi hasil ini tentu akan menguntungkan investor. Sesuai perkembangan juga menuntut perbaikan terhadap aturan yang berlaku. Aturan saat ini memang kurang menguntungkan investor,” jelasnya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga akan memberikan masa eksplorasi dan eksploitasi di laut dalam lebih panjang yakni dari 6 tahun menjadi 10 tahun. Selain itu masa kontrak juga akan diperpanjang hingga 50 tahun dari sebelumnya 30 tahun dengan mempertimbangan masa eksplorasi dan eksploitasi.
“Negara-negara lain seperti Afrika sampai 50 tahun. Sebab itu perusahaan migas besar pindah kesana,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa kemudahan investasi tersebut akan segera dikukuhkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) beserta turunannya akan diatur dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen). Perbaikan aturan itu diperlukan pemerintah guna memacu daya tarik sektor migas dalam negeri di samping perbaikan terhadap pungutan pajak migas.
“Kondisi harga minyak saat ini dibilang cukup tertekan. Di beberapa pengembangan wilayah kerja tingkat pengembalian (internal rate of return /IRR) sangat rendah mencapai 5%. Sementara IRR normalnya berkisar antara 15% hingga 30%,” tandasnya.