Rupanya, saat itu korban dikenalkan oleh temannya kepada RM. Menurut informasi yang diterima korban, RM ini mampu memasukkan calon bintara, bahkan mengurus mutasi Polri maupun TNI. Setelah melakukan negosiasi, akhirnya pada 22 April 2016 lalu, terjadi kesepakatan antara keluarga korban dan RM.
Sebagai biaya admistrasinya, RM meminta uang sejumlah Rp280 juta. Namun saat itu, keluarga korban datang ke rumah RM di kawasan Jalan Kopral Dahri Sembayu, Kecamatan Ilir Timur (IT) I, Palembang dengan menyerahkan uang sebagai syarat sebesar Rp250 juta. Sementara kekurangannya akan dibayarkan setelah lulus. Kalaupun nantinya tidak lulus, pelaku mengatakan, uang syarat tersebut akan dikembalikan, dengan catatan 10% uang hangus.
"Tapi saat menjalani tes awal, RM kembali meminta uang sebesar Rp30 juta lagi. Katanya untuk tambahan panitia tes," kata korban saat melapor, Selasa (6/9/2016).
Namun saat menjalani tes pengetahuan umum, rupanya sepupu korban tidak lulus. Saat itulah korban langsung meminta pertanggungjawaban pelaku. "Kami tanyakan dan minta tanggung jawab, tapi dijawab nanti karena tidak enak dengan empat peserta lain yang masih menjalani tes," timpalnya.
Semakin lama rupanya korban makin curiga. Korban pun akhirnya memutuskan menemui pelaku dikediamannya. Dalam pertemuan itu, sejumlah alasan dilontarkan, sampai akhirnya pelaku RM tak lagi dapat dengan mudah ditemui. Bahkan melalui sambungan telepon, pelaku RM mengaku uang korban masih ditangan pimpinannya.
“Dia itu kerjanya di perusahaan di Sungai Baung. Karena diajak teman, makanya kami percaya. Tapi sekarang, katanya mau kembalikan uang malah menghindar. Makanya kami laporkan,” ujar korban.
Kasat Reskrim Kompol Maruly Pardede, yang dikonfirmasi atas kejadian ini, menyebut pihaknya kini tengah melakukan penyelidikan. Sejumlah bukti kuitansi serah terima uang termasuk dokumentasi akan dijadikan bukti menjerat pelaku dengan Pasal 378 jo 372 KUHP. “Jika terbukti akan kami proses. Saat ini masih penyelidikan,” tegas Maruly.