DPR Minta Tahapan Pilkada Serentak 2017 Jangan Terlambat

REDAKSIRIAU.CO, JAKARTA - Setelah disahkan pada rapat paripurna DPR tanggal 2 Juni 2016 lalu, UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) akhirnya ditandatangi Presiden dan diberi nomor. Artinya, UU Pilkada telah diundangkan dan penyelenggaraan Pilkada dipastikan tidak terlambat. "Kami mendapat informasi dari Sekretariat Negara, tanggal 1 Juli kemarin UU Pilkada sudah ditandatangani oleh Presiden dan masuk di lembaran negara dengan Nomor 10 Tahun 2016. Kita berharap seluruh tahapan Pilkada 2017 nanti segera berjalan," ujar anggota Komisi II DPR Hetifah di Jakarta, Senin (4/7). Hetifah mengungkapkan, poin-poin penting dalam UU Pilkada yang baru antara lain, peningkatan kualitas verifikasi calon perseorangan. Komisi II dan pemerintah telah menyepakati untuk dilakukan verifikasi faktual dengan metode sensus. Selanjutnya, mengenai pengaturan lebih lengkap tindak pidana menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih. Jika terpenuhi unsur-unsur tersebut, maka dikenai pidana penjara dan denda. Jika calon melakukan tindak pidana semacam ini, maka dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon. Terkait dengan dukungan pasangan calon dari partai politik atau perseorangan. Untuk syarat dukungan pasangan calon dari partai politik/gabungan partai politik tetap sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu. Sedangkan syarat untuk pasangan calon perseorangan Komisi II dan Pemerintah sepakat yakni paling sedikit 6,5 persen dan paling banyak 10 persen dari daftar pemilih tetap (DPT). Poin penting UU Pilkada yang baru ini adalah penguatan Bawaslu. Bawaslu saat ini berwenang menerima, memeriksa dan memutus tindak pidana menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara dan pemilih. Upaya hukum ini dimulai dari Bawaslu Provinsi ke Bawaslu hingga ke Mahkamah Agung (MA). Menurut Hetifah, semua aturan lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). KPU akan segera berkonsultasi dengan Komisi II DPR untuk membahas rancangan PKPU tersebut setelah ditandatanginya UU Pilkada oleh Presiden. "Ketentuan yang lebih detail memang tidak diatur di UU. Nanti itu diatur dalam PKPU. Kami di Komisi II nanti akan Rapat Kerja dengan KPU untuk membahas hal itu (PKPU) dan kami harap produk hukum ini segera di-upload ke laman resmi pemerintah agar bisa diunggah oleh masyarakat", kata politisi Partai Golkar itu. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) SyarifHidayat mengatakan, untuk jangka panjang pentingnya UUPilkada kembali direvisi utnuk mengantisipasi maraknya mahar politik. Saat calon kepala daerah maju di Pilkada akibat rekruitmen kader di partai politik (parpol) lemah. Sistem rekruitmen yang tidak jelas itu membuat parpol pragmatis untuk menerima calon kepala daerah yang memiliki banyak dana sekalipun tidak secara resmi. Dengan adanya mahar politik dan terus dipraktikkan di Pilkada dipastikan demokrasi di negeri ini akan semakin tergerus. Menurutnya, kepala daerah yang terpilih karena mahar politik pun akan mengabaikan kepentingan rakyat banyak karena harus mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan selama Pilkada. "Kalau seorang kepala daerah sudah bayar mahar kan parpol tak bisa lagi mengontrol. Dia sudah bayar mahal sehingga setelah terpilih tidak perlu ada lagi keterikatan," ujar Syarif Hidayat.

Ikuti Terus Redaksiriau.co Di Media Sosial

Tulis Komentar


Loading...