Kali ini tentang kebijakan pencabutan peraturan daerah tentang minuman keras.
Pertanyaan ini muncul dari Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta Menteri Dalam Negeri menjelaskan dengan rinci seputar pencabutan Peraturan Daerah (Perda) tentang Minuman Keras (miras).
Pasalnya, kebijakan pemerintah soal miras sangat tidak jelas.
"Di satu sisi pemerintah menyatakan tidak melegalkan miras, namun Mendagri malah mengambil kebijakan mencabut Perda Miras di daerah-daerah dengan alasan menghambat investasi. Mana yang benar?” kata Hidayat usai acara Leadership Talks dalam rangka PKS Legislators Summit 2016 di Yogyakarta, Jumat (20/5/2016) petang.
Hidayat menyebutkan, Mendagri pernah memberikan dukungan terhadap Perda Miras yang dikeluarkan di Papua.
Karena persoalan miras di Papua yang demikian kronis dan menyebabkan terjadinya banyak tidak kekerasan.
"Kalau di Papua dibolehkan adanya Perda itu kenapa di daerah lain tidak boleh. Pengaruh buruk miras tidak hanya terjadi di Papua. Tetapi juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia," lanjut Hidayat.
Kasus kekerasan terhadap anak, perkosaan, pembunuhan, dan kejahatan lainnya terjadi karena pelakunya dalam pengaruh miras.
Kasus Yuyun di Bengkulu misalnya. Para pelaku melakukan kejahatan itu setelah pesta miras.
Hidayat berharap Mendagri memikirkan kembali kebijakan pencabutan Perda Miras tersebut. Indonesia memang membutuhkan investasi asing untuk menggerakkan pembangunan di daerah-daerah.
Namun pemerintah tidak perlu jualan bebas miras untuk menarik investor.
"Pemerintah perlu kreatif menjual potensi yang dimiliki Indonesia untuk menarik investor asing. Menjual kemudahan mengakses miras bukan cara yang kreatif," tandas dia.
Miras, terang Hidayat, merupakan ibu dari segala kejahatan. Orang yang dalam pengaruh miras dapat melakukan apa saja tanpa menyadari akibat kejahatannya itu.
"Pemerintah perlu mempertimbangkan baik buruk pencabutan Perda Mira itu untuk kebaikan generasi muda ke depan," pungkas Hidayat.