REDAKSIRIAU.CO.ID, SIAK SRI INDRAPURA - Aula Kantor Pemerintahan Kampung Sungai Berbari, Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dipadati warga hingga melimpah ke luar ruangan, Kamis (20/12/18).
Warga berkumpul membahas masalah pembagian Sertifikat Hak Milik (SHM) Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) 2018. Pasalnya, sebanyak 60 orang warga yang merasa lebih pantas mendapatkan tanah pembagian negara itu justru tidak mendapatkannya. Warga menduga Kadesnya tersebut tidak transparan dalam menyusun daftar calon penerima SHM TORA sejak awal.
Pertemuan tersebut berlangsung panas, meskipun Kades Sungai Berbari Ibnu Sinar didampingi Bhabinkamtibmas dan pihak koperasi. Warga mempertanyakan kenapa sebagian dari mereka tidak dapat. Beberapa warga juga tampak menunjuk-nunjuk Ibnu Sinar sebagai biang kaladi permasalahan tersebut.
Sembari menghirup sebatang rokok, Sang Kades pun mulai panas. Ia sempat emosi kala ditanyakan nasib warga yang tidak dapat dan biaya pokok akasia di tanah objek yang mulai ditebang. Suara Ibnu Sinar meninggi, wajahnya tampak bermandikan keringat. Setiap kali Ibnu Sinar mencoba menjelaskan dengan suara tinggi dan tangan menunjuk-nunjuk, namun tetap disanggah dengan keras oleh warga. Bahkan ada warga yang maju hingga ke depan Ibnu Sinar. Kadang membuat warga bangkit sambil berteriak-teriak minta keadilan dan transparansi.
"Kami tidak ada urusan dengan yang lain, persoalan saat ini saja yang dibahas. Kenapa warga-warga ini tidak dapat," kata Agus Manik, seorang warga dengan lantang.
Arifin Hasibuan juga tampak panas. Ia berdiri sambil angkat tangan lalu mengatakan, banyak penerima yang tidak sesuai sarat. Seperti ada nama warga kecamatan lain yang mendapat hak TORA di kampung Sungai Berbari. Padahal, menurut Hasibuan, tanah itu diperuntukan bagi warga tempatan.
"Saya justru tidak didaftarkan. Saat kami tanyakan, Kades menjawab bahwa itu adalah hak prerogatifnya, jadi warga bingung melihat sikap Kades, maka kami minta adakan pertemuan ini," kata Arifin.
Akibat lemahnya informasi dari pemerintahan desa kepada mereka, membuat mereka tidak tahu perkembangan pembagian TORA. Saat warga lain sudah mendapatkan undangan untuk menerima sertifikat, warga yang tidak mendapatkannya justru kaget.
"Kok nama saya tidak masuk. Lalu saya cek sama teman-teman datanya, memang banyak yang ganjil," kata dia.
Arifin Hasibuan mengaku tidak ada upaya pihak pemerintahan desa bermusyawarah dengan warga. Akibatnya, warga bergejolak dan melakukan protes.
Hal yang sama juga dikatakan Ipon br Hotang (55). Ia mengaku sudah tinggal sejak 1996 di Sei Berbari. Ia termasuk orang lama di kampung yang belum tersentuh aspal tersebut, namun ia tidak didaftarkan sebagai penerima TORA.
"Saya hidup di sini sebagai petani kecil. Saat orang lain dapat kenapa saya tidak dapat, apa yang salah pada diri saya ini," kata dia
Ipon cukup mengerti ada sarat untuk dapat diusulkan menjadi penerima SHM TORA. Tetapi, bagi orang seperti dia dan Arifin merupakan orang yang cakap sarat. Begitupun 60 orang lainnya yang senasib dengan Ipon dan Arifin.
Usai pertemuan tersebut, warga yang tidak dapat hak TORA mendekati Riaubertuah.id secara berbondong-bondong menyampaikan keluh kesah. Mereka menginginkan informasi kekisruhan pemberian SHM TORA kisruh di tingkat bawah. Kekisruhan itu akibat tidak adanya transparansi dari pihak Kades.
"Pak Wartawan, tolong sampaikan ada yang tidak beres di sini. Ada orang lain yang tidak beralamat di Sungai Berbari ini diberikan Sertifikat TORA, bahkan ada yang ASN," ulas Hasibuan di tengah warga yang sedang ramai.
Dia memperlihatkan data-data penerima SHM TORA yang diambilnya dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dari data daftar penerima TORA di kampung Sungai Berbari, banyak nama yang tidak dikenal. Ada juga yang tidak tinggal di Sungai Berbari justru mendapatkan TORA di wilayah Sungai Berbari.
Anehnya lagi, pada daftar penerima terdapat 12 kelompok. Masing-masing kelompok sebanyak 43-45 orang. Namun pada tiap-tiap lembar data kelompok, ada daftar nomor yang dikosongkan. Sehinga nama warga yang terdaftar dimulai dari urutan nomor 4
"Ada yang kosong di tiap lembar data kelompok. Kira-kira nomor urut 1-3 yang dikosongkan itu disisip nama siapa. Kami tidak menuduh, tapi kami rasa ini ganjil sekali," kata dia.
Sementara itu, Ibnu Sinar sempat "membuang badan" jika persoalan itu diakibatkan oleh kebijakan BPN. Pada pertemuan itu, Ibnu Sinar mengaku telah mengundang pihak BPN namun tidak ada utusan yang datang.
"Jadi yang menjawab masalah ini harusnya BPN, tapi seorangpun dari mereka tidak hadir," kata dia.
Ia menguraikan, warga yang terdata menerima sertifikat TORA sebanyak 471 orang. Diakuinya sebanyak 60 orang memang tidak terdaftar. Hal tersebut rencananya akan diusulkan lagi pada 2019 mendatang.
"Akan ada lagi, kita pasti usulkan datanya ke Kanwil BPN. Kita juga mau mereka dapat semuanya," kata dia.
Ibnu Sinar berjanji akan membantu seluruh warga yang berhak. Sedangkan warga yang sudah mendapatpan namun di luar persaratan akan diusulkan untuk dicoret. Ia juga tidak menampik ada orang di luar kampung yang mendapatkan lahan di sana.
"Semuanya akan kita evaluasi lagi, karena saya juga tidak mau ada kekisruhan kita," kata dia.
Riaubertuah