Keduanya tersangkut kasus dugaan suap untuk pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan 2014 dan RAPBD 2015. Gubernur Riau saat itu, Annas Maamum, ingin pembahasan dilakukan dan disahkan oleh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009-2014.
Loading...
Suparman sedianya akan dilantik menyusul berakhirnya masa jabatan bupati Rohul saat ini (Achmad) pada 13 April 2016. Dilansir situs resmi Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Riau, jadwal pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Pelalawan serta Bupati dan Wakil Bupati Rokan Hulu ditetapkan pada 19 April 2016 mendatang.
Nasib pelantikan Suparman yang berpasangan dengan Sukiman, menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau, Nurhamin, menjadi kewenangan Menteri Dalam Negeri.
Adapun Mendagri, Tjahjo Kumolo, dilansir Detikcom Februari 2016 lalu, menyatakan pemerintah tetap melantik kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2015 yang berstatus tersangka. Hanya kepala daerah yang berstatus terdakwa yang tidak akan dilantik.
Pasangan Suparman dan Sukiman menang tipis saat Pilkada 2015 di Rokan Hulu, Riau, dengan perolehan 89.351 suara atau 42,97 persen. Saingan terdekatnya, pasangan Hafith Syukri dan Nasrul Hadi, mendapat perolehan 88.146 suara atau 42,39 persen.
Suparman maju dengan dukungan partainya sendiri, Partai Golkar, beserta Partai Hanura, Partai Gerindra, dan Partai NasDem. Meski saat itu sudah terpilih sebagai Ketua DPRD Riau dalam Pemilu Legislatif 2014, ia rela mengundurkan diri.
"Yang saya pertaruhkan ini untuk membangun kampung halaman saya. Nyawa pun saya pertaruhkan, tidak ada istilah mundur bagi Suparman untuk berjuang membangun kampung halaman," ungkap Suparman yang dikutip Hallo Riau, Kamis, 9 Juli 2015 silam.
"Tidak masalah jabatan di DPRD, bagi saya tidak ada artinya jabatan saya di DPRD (Riau) ini kalau saya tidak bisa berbuat banyak untuk kepentingan rakyat terutama bagi kampung halaman saya," lanjutnya.
Suparman, kelahiran Pekanbaru, 5 Juni 1969, sebelumnya juga merupakan anggota DPRD Provinsi Riau pada periode 2009-2014. Ia tercatat pernah menjadi Ketua DPD II Partai Golkar Rokan Hulu, Ketua DPD KNPI Riau, dan Ketua DPD II KNPI Kota Pekanbaru.
Dengan tambahan dua tersangka baru, KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus yang sama. Dua orang sebelumnya adalah Gubernur Riau non-aktif periode 2014-2019, Annas Maamun, dan Anggota DPRD Riau Periode 2009-2014, Ahmad Kirjauhari.
Ahmad Kirjauhari telah divonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 (tiga) bulan kurungan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau, Desember silam.
Kirjauhari sebagai penerima suap dijerat pasal 12 a atau Pasal 12 b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20/2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP.
Sedangkan kasus Annas Maamun masih diproses meski jadi tersangka sejak awal 2015. Ia dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yang mengatur tentang pemberian suap.