Usai memberikan keterangan di Panwaslu, kepada wartawan Indra mengatakan berdasarkan fakta pada saat pemeriksaan panwas, yang perlu dicatat adalah problem normative.
"Problem normative ini tentang kriteria berhalangan tetap. Ada yang kontradiktif antara diatur dalam UU No 10 Tahun 2016 dan PKPU, serta petunjuk teknis yang disusun oleh IDI," katanya, Senin (31/10/2016).
Kenapa demikian, kata Indra, tidak ada alasan jelas terkait teknis yang dibuat IDI dan KPU Pekanbaru tentang disabilitas yang diduga diidap oleh Said Usman Abdullah.
"Oke dia disabilitas, cuma dia ini berhalangan tetap atau tidak. Nah ini tidak ditegaskan. Dilihat dari pendekatan kedokteran positif ada disabilitas, cuma disabilitas SUA ini bersifat tetap atau tidak," lanjutnya.
Ternyata, hasil klarifikasi tim dokter dari hasil surat yang dilayangkan oleh tim kuasa hukum tim yang memiliki jargon BISA itu, menyatakan disabilitas itu tidak menyebabkan berhalangan tetap dan bisa menjalankan tugas sebagai wali kota.
"Ini menjadi soal, dokterkan ada rekom ada faktor resiko dan keadaan hukumnya secara terang benderang terjadi," ulasnya.
Namun, jika rekomendasi KPU itu tidak terbukti, lanjut dosen Universitas Riau itu, ada pelanggaran terhadap hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945. "Itu bisa saja melanggar hak konstitusional mereka. Dan tafsir KPU ada yang dilanggar," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pasangan bakal calon Ide-SUA digugurkan oleh KPU Kota Pekanbaru dikarenakan, salah satu peserta yakni Said Usman tidak lulus tes kesehatan yang diadakan beberapa waktu lalu.
Akibat keputusan tersebut, pihak kuasa hukum Ide-SUA melakukan gugatan terhadap KPU Kota Pekanbaru. Pihak kuasa hukum mengatakan, akan menyeketakan KPU atas keputusannya yang dilakukan beberapa waktu lalu.
Atas keputusan itu, KPU meloloskan empat pasangan calon peserta pilwako Pekanbaru, mereka adalah Dr Sahril dan Said Zohrin, Herman Nazar dan Devi Warman, Firdaus MT dan Ayat Cahyadi serta Ramli Walid dan Irvan Herman.