"Masih ada tarik-tarikan. Ya kendalanya Kemenkeu kan enggak mau kehilangan revenue juga," katanya di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (5/9/2016).
Menurutnya, jika peraturan tersebut tidak mau diubah maka para pengusaha migas tidak akan ada yang tertarik melakukan kegiatan eksplorasi di Tanah Air. Alhasil, Pemerintah pun tidak akan mendapatkan penerimaan apapun.
"Sekarang seperti yang saya bilang kalau kamu buat peraturan seperti ini, kamu pajakin mereka, eksplorasi ya enggak mau datang. Kalau orang enggak mau datang ya kau dapat apa?," tutur dia.
Oleh sebab itu, sambung Plt. Menteri ESDM ini, untuk saat ini biarkan para pengusaha migas tersebut mendapatkan insentif pajak terlebih dahulu. Setelah kegiatan eksplorasinya berhasil, baru kemudian Kemenkeu bergerak untuk menarik pajak.
"?Ya jadi kasih insentif dulu. Eksplorasi dulu, berhasil baru kau pajaki. Tapi kita masih akan rapat lagi. Kita kejar terus lah supaya harga gas juga murah," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Luhut mengungkapkan saat ini pemerintah masih terus menggodok revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang cost recovery dan Perlakuan Pajak Penghasilan Hulu Migas. Dia menginginkan, formula penentuan pajak hulu migas dirombak sehingga tingkat IRR bisa mencapai 15%. Pihaknya akan segera membahas mengenai hal tersebut dengan Kementerian Keuangan. Selain itu, Luhut juga ingin kewenangan ?Kementerian Keuangan menentukan tingkat kesulitan investasi hulu migas diberikan kepada KementerianESDM. Tingkat kesulitan tersebut dapat menentukan besar kecilnya pajak yang harus dibayarkan investor.
Selama ini, Kementerian Keuangan yang menentukan hal tersebut. Namun menurut Luhut, yang mengerti tingkat kesulitan investasi hulu migas adalah Kementerian ESDM.