Fenomena tersebut dianggap menjadi sebab masuknya berbagai penyakit sosial di masyarakat seperti kebiasaan menggunakan narkotik, korupsi, dan kebiasaan menganiaya perempuan serta anak-anak.
Berbeda dengan dulu, kata Hasyim, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 disusun dengan nuansa semangat perjuangan politik.
"Namun sekarang nuansanya adalah perdagangan politik. Proses bisnis kepemimpinan sudah sampai pada level masyarakat," ujar Hasyim dalam keterangan tertulis Kongres Pancasila VIII di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, kemarin (1/6).
Hasyim menyayangkan ketidakmampuan partai politik dalam menyusun berbagai peraturan dan undang-undang tanpa mementingkan kepentingan golongan. Menurutnya, kebiasaan tersebut juga berakibat pada terciptanya degradasi mental penyelenggara negara.
"Ketika mental kalah, akhirnya masuklah penyakit-penyakit baru yang muncul di Indonesia, narkotik, korupsi, demoralisasi, dan perang persepsi melalui media massa," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Sri Adiningsih juga mengatakan bahwa Indonesia seharusnya tidak menutup diri atas perkembangan dunia saat ini.
Menurutnya, berbagai kebiasaan pola hidup liberal saat ini wajar diamini oleh sebagian besar anak muda di tanah air. Di sisi lain, Sri mengimbau masyarakat Indonesia tidak kehilangan jati diri hanya karena masuknya kebiasaan hidup global tersebut.
"Liberal dan gotong-royong tidak harus berseberangan. Diperlukan keterbukaan ideologi untuk dapat mewujudkan kesejahteraan bangsa sesuai perkembangan global namun tidak kehilangan jatidiri. Sikap yang tertutup justru mempersulit pengembangan kedaulatan ekonomi," kata Sri.