REDAKSIRIAU.CO.ID - Wakil Gubernur (Wagub) Riau, Brigjen TNI (purn) Edy Natar Nasution acap kali ditanya tentang legacy atau warisan yang dilakukan selama masa jabatannya bersama Syamsuar. Sontak dengan tegas ia katakan, bahwa peninggalan untuk bumi lancang kuning ini tidak melulu tentang bangunan fisik.
Namun, mengkonversi bank konfensional menjadi syariah itu juga merupakan bentuk dari warisan yang sangat berharga untuk masyarakat. Hal ini disampaikannya saat acara pelepasan masa tugas Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar, pada Kamis (02/11/2023) di Gedung Daerah Pekanbaru.
“Saya pernah ditanya oleh seorang tokoh beberapa waktu yang lalu, bahwa apa legacy untuk Riau yang sudah ada saat ini. Saya menangkap pada saat itu, legacy yang dimaksudkan itu adalah selalu dalam bentuk bangunan fisik monumental,” ucapnya.
“Saya sampaikan kepada beliau, apakah konversi Bank Riau Kepri menjadi bank syariah yang sudah dilakukan Pak Syamsuar dalam kepemimpinannya bersama saya di Provinsi Riau, apakah itu bukan suatu legacy. Itulah merupakan suatu legacy,” tegas Wagubri Edy Natar.
Dijelaskannya, dari 6,7 juta jiwa masyarakat Riau, 87,11 persen adalah umat muslim. Menurutnya, masyarakat yang beragama Islam tentunya sangat membutuhkan bank syariah. Tetapi ada hal menarik, Syamsuar pada masa jabatannya menjadi Gubernur tidak pernah menyombongkan tentang itu.
“Umat muslim itu membutuhkan bank yang syariah, karena itu agama menuntun demikian. Apakah itu bukan sebuah legacy yang beliau tinggalkan? tetapi beliau tidak pernah mengatakan itu, tidak pernah membangga-banggakan itu,” jelasnya.
Tak cukup sampai di situ, ia menerangkan pada awal masa kepemimpinan Syamsuar dan dirinya indeks toleransi agama di provinsi Riau tergolong rendah. Namun, seiring berjalannya waktu indeks tersebut semakin meningkat. Sehingga membuat Riau sebagai daerah yang memiliki tingkat toleransi tinggi.
“Ketika beliau bersama saya baru duduk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, pemerintah pusat itu membuat penilaian indeks toleransi beragama di provinsi Riau ini berada 3 besar terbawah. Hari ini kita berada di nomor 16 besar dari 38 provinsi,” terangnya.
“Apakah ini bukan sebuah legecy ketika beliau mampu memperlihatkan kepada nasional bahwa indeks toleransi beragama di Riau ini tidak seperti yang mereka duga selama ini. Apa yang sudah kita lakukan tokoh-tokoh FKUB itu ada di sini semua dan itu diakui sampai saat ini,” lanjutnya.
Diungkapkan, dari dulu kita berada di tiga terbawah, hari ini berada pada 16 besar tentu m itu menjadi sebuah legacy yang sangat berarti. Tetapi kita sering kali melihat legacy itu dalam bentuk sebuah bangunan fisik yang monumental.
“Padahal hal-hal yang seperti ini adalah kita meninggalkan sebuah sesuatu yang sangat luar biasa. Rasanya ini menjadi satu yang tidak bisa kita abaikan begitu saja,” pungkasnya. (MC Riau/RAGIL)