"Seperti para musisi, artis dan pencipta lagu terkait dengan royalti yang merujuk UU No 28 Tahun 2014 yang ditangani Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Semestinya, seluruh pergerakan karya cipta tersebut dapat diketahui secara real time," kata Anang di gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, kemarin.
Menurutnya, dengan cara tersebut para pekerja seni mengetahui secara akurat penghasilannya yang berkorelasi dengan berapa besaran pajak yang harus dibayarkan.
"Dengan cara ini, pemerintah bisa berhitung berapa potensi pajak dari kelompok pekerja seni ini. Semua jadi akuntabel dan terprediksikan," imbuhnya.
Sementara, terkait hal tersebut, Anang mengusulkan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), LMKN dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) agar menyiapkan sistem tersebut dengan baik.
"Jika pemerintah ingin memaksimalkan potensi pajak di pekerja seni, ya mestinya juga menyiapkan perangkatnya dengan baik," cetus Anang.
Dia memberi contoh saat fenomena ring back tone (RBT) beberapa tahun lalu semestinya dapat memberi kontribusi besar bagi penerimaan negara asal terdapat sistem yang bisa memonitor dengan akuntabel dan transparan.
"Tapi kalau pemerintah belum serius untuk urus pajak di sektor ini, jangan berharap yang lebih," tandas dia.