Kisah Gadis Yazidi (1): Trauma Jadi Budak Seks ISIS, Berupaya Bakar Diri

REDAKSIRIAU.CO, Yasmin, seorang perempuan Yazidi, pernah jadi korban perkosaan kelompok bejat Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Ia kemudian melarikan diri, namun trauma memicunya melakukan upaya bakar diri ketika takut diperkosa lagi. Kini ia menjalani perawatan di Jerman dan kembali menyulam masa depan. Ketika pertama kali bertemu dengan Yasmin, psikolog khusus trauma Jan Ilhan Kizilhan terkejut dan terdiam, seperti dilaporkan Deutche Welle, Selasa (30/8/2016). Kizilhan bertemu dengan Yasmin di kamp pengungsi dekat kota Dohuk, ibu kota Provinsi Dohul di wilayah Kurdistan, Irak. “Ketika saya membuka tenda selama 5-10 detik, saya syok sendiri. Karena tubuhnya benar-benar terbakar, tidak ada mata, tidak ada hidung, tidak ada telinga. Semua kulit terbakar," kata Kizilhan. Gadis ini sebenarnya telah diselamatkan dan tinggal di sebuah kamp pengungsi di Irak selama dua minggu, ketika suatu hari trauma itu datang menghantui. Ia merasa mendengar suara-suara militan ISIS di luar tendanya. Yasmin mengira orang yang dulu menculiknya datang. Trauma itu membuatnya berpikir, dirinya akan menghadapi perkosaan dan pelecehan seksual lagi di tangan ISIS. Yasmin yang baru berusia 17 tahun bersumpah untuk membuat dirinya tidak lagi menarik, dengan mengguyur wajah dan tubuhnya dengan bensin lalu menyalakan korek api. Api membakar rambut dan wajahnya, mengupas hidung, bibir dan telinganya. Kizilhan, psikolog khusus penanganan trauma yang mengobati Yasmin mengisahkan tentang kondisi kliennya. “Suatu hari dia bermimpi buruk. Dalam mimpi buruk ini dia merasa bahwa inilah yang terjadi, bahwa di depan tenda ada gerombolan ISIS, dan ISIS akan memerkosanya,” kata psikolog tersebut. “Satu-satunya yang ada di pikiran Yasmin, adalah 'bagaimana saya bisa menjadi tak menarik agar tak tidak diperkosa lagi' dan oleh sebab itu ia mengambil bensin dan membakar diri," tambahnya. Yasmin bercerita, "Saya sangat takut. Saya sangat marah dan saya menangis sepanjang waktu. Saya bertemu dokter dan mereka memberi saya suntikan dan pil.” “Tapi saya tidak bisa makan selama dua hari. Saya tidak bisa makan, menangis sepanjang waktu. Dan sebagian besar waktu saya bisa mendengar suara mereka berada di telinga saya,” ujarnya lagi. “Kami tinggal di tepi sungai di Khanke. Saya bisa mendengar suara mereka, saya sangat takut. Dan sekali waktu mortir menghantam Khanke, saya begitu takut dan berlari ke tetangga saya. Setelah itu saya sangat takut, saya tidak tahan lagi. Dan inilah yang terjadi pada saya,” kisahnya.

Ikuti Terus Redaksiriau.co Di Media Sosial

Tulis Komentar


Loading...