"Kami melakukan investigasi dan ada tujuh temuan yang akan kami sampaikan ke masing-masing otoritas terkait," kata ?Anggota Ombudsman Bidang Agraria dan Pertanian A. Alamsyah Saragih, Jakarta, Sabtu (24/4/2016).
Loading...
"Datanya dari Kementerian Pertanian, seharusnya dari BPN (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional)," ujarnya.
Kemudian, terdapat penjualan pupuk bersubsidi, karena pendistribusian yang tidak tepat waktu."Masih rasional kalau pupuk subsidi dijual oleh petani, karena selama proses produksi mereka butuh biaya hidup," kata Alamsyah.
Alamsyah menuturkan, maladminstrasi selanjutnya yaitu langkah pemerintah melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI), dimana dapat berpotensi terjadi intimidasi dan beli paksa dalam serap gabah di petani.
Keempat, tidak terorganisirnya asosiasi tani yang mengakibatkan data akurat dan berpotensi menghilangkan penerimaan pajak.
"Dugaan kelima, peniadaan standar kualitas untuk HPP yang berpotensi menurunkan stok beras," ucapnya.
Selanjutnya, pengadaan beras juga mengalami kegagalan inheren pendataan dan situasi sosial masyarakat, alhasil pendistribusian beras miskin cenderung menggunakan pendekatan bagi rata.
"Maladministrasi ketujuh terkait kebijakan impor di tengah prognosa yang keliru, jadi akurasi data dasar yang keliru menjadi penyebab maladministrasi pengadaan beras nasional," tutur Alamsyah.