REDAKSIRIAU.CO.ID Munir Said Thalib, nama ini tetap dikenal sebagai sosok pejuang, bahkan 14 tahun setelah menutup usia, pada 7 September 2004 silam.
Sebagai seorang aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir banyak menangani berbagai kasus, terutama kemanusiaan dan pelanggaran HAM.
Namun, kematian Munir masih menjadi sebuah misteri hingga sekarang. Pendiri Imparsial dan aktivis Kontras itu tewas di pesawat terbang ketika bertolak ke Amsterdam, Belanda untuk melanjutkan studi.
Munir tewas dibunuh setelah hasil otopsi menyebutkan bahwa ada racun arsenik di dalam tubuhnya. Munir dibunuh di udara.
Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Dia berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw) dan terkenal sebagai seorang aktivis kampus.
Berkat ketekunannya, Munir dipilih rekan-rekannya untuk menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Unibraw pada 1998, Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia.
Munir juga merupakan anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unibraw, dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Pengalaman menjadi aktivis pada masa mudanya menghadirkan keseriusan Munir terhadap masalah hukum dan pembelaan terhadap sejumlah kasus.
Dia pernah menjadi seorang Dewan Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Kontras merupakan sebuah kelompok yang dibentuk oleh sejumlah LSM seperti LPHAM, Elsam, CPSM, PIPHAM, AJI, dan sebuah organisasi mahasiswa PMII.
Sebagai sebuah komisi yang bekerja memantau persoalan HAM, Kontras banyak mendapat pengaduan dan masukan dari berbagai elemen masyarakat mengenai pelanggaran HAM di berbagai daerah.
Munir pernah terjun menangani berbagai kasus, misalnya menjadi penasihat hukum korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa terhadap 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 hingga 1998.
Dia juga pernah menjadi penasihat hukum keluarga korban tragedi Tanjung Priok 1984 .
Selain itu, Munir juga pernah menangani kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak yang melawan pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur pada 1992.
Kasus besar lain yang ditangani Munir adalah pembunuhan aktivis buruh Marsinah yang diduga tewas di tangan aparat keamanan pada 1994.
Ketika menjabat Dewan Kontras, namanya melambung sebagai seorang pejuang membela bagi orang-orang hilang yang diculik. Munir membela aktivis yang hilang karena penculikan yang disebut dilakukan oleh Tim Mawar dari Kopassus TNI AD.
Sikap berani dan sigapnya dalam menentang ketidakadilan oleh beberapa pihak pada masa pemerintahan Orde Baru, membuat Munir tak disukai oleh pemerintah.
Dirinya menjadi sasaran dan lingkaran merah dari pihak intelijen karena dianggap berbahaya. Munir juga sering mendapat banyak ancaman dari beberapa orang.
Namun dirinya tetap tidak gentar terhadap ancaman yang menimpa dirinya tersebut.