"Sebagian landasan hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1965. Karena UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Nomor 27/2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Bonnie, di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta, Rabu (12/10).
Menurut Bonnie, pemerintah perlu membentuk komite ad hoc untuk pengungkapan kebenaran dan penyelesaian pelanggaran HAM tahun 1965. Komite tersebut terdiri dari orang-orang yang memiliki wawasan dan integritas yang berada di bawah kendali Presiden Jokowi. "Tugas utamanya adalah pengungkap kebenaran, rehabilitasi korban, dan memberikan hak-hak korban sebagaimana tercantum dalam UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia," ucap Bonnie.
Ia mengatakan, pemerintah harus segera mengumumkan hasil rekomendasi Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 yang diselenggarakan pada 18-19 April 2016. Dengan bukti baru berupa penemuan kuburan massal, lanjut Bonnie, Komnas HAM dapat melakukan penyelidikan.
Selain itu, pihaknya juga mendesak Jaksa Agung melakukan penyidikan terhadap temuan Komnas HAM pada 2012. "Selama ini, Jaksa Agung ngotot persoalan 65 adalah masalah pidana, bukan pelanggaran HAM berat. Hal ini menjadi bukti ketidakmauan pemerintah dalam menyelesaikan proses yudisial," ujar Bonnie. Bonnie menyebutkan, pengungkapan melalui jalur non-yudisial tidak berarti meniadakan proses yudisial. Hal itu diperlukan agar tindak kejahatan kemanusiaan di kemudian hari tidak terulang dan membuat jera pelanggar HAM. (kcm)