REDAKSIRIAU.CO, JAKARTA - DPR akhirnya mengesahkan Perppu No 1/2016 yang merupakan perubahan kedua atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak (Perppu kebiri) menjadi undang-undang. Salah satu poin penting dari peraturan ini adalah penambahan hukuman kepada pelaku kekerasan seksual dengan sanksi kebiri kimia.

Sebelum disetujui, penetapan Perppu ini sempat ditolak oleh dua fraksi di parlemen yaitu Gerindra dan PKS. Namun, akhirnya mereka menghormati mayoritas keputusan seluruh fraksi hingga akhirnya Perppu ini disahkan dengan beberapa catatan. Anggota Fraksi Gerindra Rahayu Saraswati mengungkapkan partainya menerima pengesahan Perppu, namun mengharapkan ada revisi setelah Perppu ini disahkan menjadi Undang-undang.

"Kami bisa dengan damai menerima hasil. Kami menghormati sikap demokratis yang berjalan, apapun yang disahkan ini dapat diimplementasikan sebaik-baiknya. Kami menghormati keputusan tersebut tapi berdasarkan prinsip, nanti disampaikan dalam catatan bahwa Fraksi Gerindra menjadi yang belum menyetujui," papar Rahayu dalam sidang paripurna DPR, di Senayan, Jakarta, Rabu (12/10). 

"Berdasarkan kesepakatan di DPR, setelah disahkan tetap ada revisi UU Perlindungan Anak agar lebih komprehensif dan diimplementasikan lebih baik," imbuhnya.

Begitu juga dengan Fraksi PKS. Mereka yang tadinya menolak pada akhirnya menyetujui dengan memberikan beberapa catatan. PKS berharap setelah disahkan menjadi undang-undang, aturan ini bisa menjadi pencegah praktik kekerasan seksual kepada anak agar tidak lebih merajalela.

"Kami menghargai sikap seluruh fraksi. Kalaupun kami setuju mengikuti mayoritas pendapat fraksi. Catatan yang terpenting adalah kita harus bersepakat Perppu Ini akan direvisi dan dibuat Undang-undang yang lebih komprehensif," ungkap Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise meminta seluruh elemen menaati UU tersebut.

Permintaan ini termasuk untuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang sejak awal menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri sebagai hukuman tambahan. Meski menolak, ketika sudah menjadi undang-undang, IDI tak bisa berbuat apa-apa.

"Ini sudah menjadi UU, jadi mau enggak mau harus diikuti. IDI (tetap sebagai eksekutor-red) akan diikutkan dalam pembuatan peraturan pemerintah," kata Yohanna.

Yohana memastikan, kementeriannya akan segera menyiapkan peraturan pemerintah untuk mekanisme pelaksanaannya. Terkait dengan permintaan dari Fraksi Gerindra dan PKS yang sudah berancang-ancang untuk merevisi undang-undang tersebut, Yohana berjanji akan menyempurnakan peraturan ini.

"Kami akan tindaklanjuti, tadi ada beberapa catatan yang diminta untuk kita liat kembali. Tapi tetap sudah disetujui jadi UU. Jadi kami dari kementerian dan kementerian terkait bisa membuat PP untuk itu yang saya katakan tadi rehabilitasi sosial, kebiri dan pemasangan chips di tubuh pelaku," ungkapnya. (dcn)