Titiek Soeharto: Kampanye Antitembakau Didanai Asing
REDAKSIRIAU.CO, - Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto, menengarai ada agenda terselubung dalam setiap kampanye antitembakau di Indonesia. Begitu juga dengan wacana menaikkan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus yang sempat mengemuka dalam dua pekan terakhir.
Pemerintah memang telah menyangkal wacana itu sebagai kabar bohong. Namun Titiek mencurigai isu itu diembuskan kelompok tertentu dengan maksud merusak industri rokok nasional, sehingga rokok produk asing dapat lebih leluasa masuk pasar Indonesia.
"Bukan rahasia umum, penelitian tentang tembakau, kampanye antitembakau, didanai oleh luar negeri yang punya maksudd tertentu; berselimut," kata Titiek kepada wartawan di Yogyakarta pada Sabtu, 27 Agustus 2016.
Politikus Partai Golkar itu berargumentasi, jumlah perokok Indonesia sangat besar, dan rokok produk nasional lebih populer rokok kretek. Sementara sebagian besar rokok produk asing adalah rokok nonkretek.
"Kalau memang benar (harga rokok) dinaikkan, pasti (masyarakat) akan mencari rokok alternatif lain. Bisa rokok ilegal, bahkan membuat rokok lintingan, yang tidak terkena pajak cukai," kata Titiek, yang juga putri mendiang Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto.
APTI: Hasil Penelitian UI Tentang Rokok Bikin Resah
Jika wacana itu diterapkan, katanya, penjualan rokok kretek di Indonesia akan turun, rokok ilegal akan menjamur, dan pemerintah tidak akan mendapatkan tambahan pajak dari cukai rokok.
"Parahnya lagi petani tembakau akan gulung tikar, pabrik akan PHK (pemutusan hubungan kerja) buruhnya besar-besaran, dan pedagang asongan juga akan kolaps,” ujarnya.
Dia berharap pemerintah berhati-hati jika ingin menaikkan cukai rokok demi menambahkan pendapatan pajak. Lagi pula, masih ada cara yang bisa ditempuh pemerintah untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
"Menaikkan cukai rokok agar kesehatan masyarakat meningkat, saya sepakat, namun jangan sampai justru membunuh orang yang bukan perokok, seperti petani tembakau, buruh pabrik rokok, dan pedagang asongan rokok," katanya.