REDAKSIRIAU.CO, WONOSOBO, - Pengelola tempat-tempat hiburan malam yang memperkerjakan anak di bawah umur dinilai layak mendapat sanksi. Pasalnya, pekerja anak di bisnis tersebut rentan pelecehan seksual dan berpotensi melakukan kenakalan remaja. Hal tersebut dikemukakan Maizidah Salas, aktivis perlindungan hak-hak buruh migran dari Kaliwiro, Wonosobo, dalam sebuah diskusi publik tentang dampak sosial bisnis hiburan terhadap upaya perlindungan anak di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Kamis (11/8/2016). Salas mengatakan, anak yang sudah bekerja layaknya orang dewasa juga dapat memicu meningkatnya angka putus sekolah. “Saya memiliki kenalan dekat yang saat ini terpaksa harus putus sekolah lantaran ia memilih menjadi pemandu karaoke di salah satu tempat hiburan,” kata Salas. Anak tersebut, kata Salah, mengaku kerap mendapat perlakuan tak pantas di tempatnya bekerja. Hingga akhirnya hamil dan diasingkan oleh keluarganya sendiri. Ia pun mendesak kepada pemerintah daerah setempat untuk segera mengesahkan peraturan daerah terkait tempat hiburan di Kabupaten Wonosobo. “Hal ini harus menjadi perhatian pihak-pihak terkait, karena bagaimanapun kondisinya, seorang anak layak mendapat perlindungan,” tegas Salas. Dalam diskusi tersebut, hadir Nuraini Areswari, salah seorang penggiat perlindungan wanita dan anak dari UPIPA, Wonosobo. Nuraini mengungkapkan kondisi terkini anak-anak di Indonesia secara umum dan Wonosobo, khususnya, sudah masuk ke taraf memprihatinkan dan perlu menjadi perhatian serius. Dari data yang diperoleh Nuraini menyebutkan bahwa di Indonesia sejauh ini telah ditemukan 94.000 kasus kehamilan di luar nikah. Sebanyak 20 persen di antaranya menimpa kalangan anak-anak. Tak hanya itu, dalam paparannya, Nuraini juga mengurai fakta-fakta mengejutkan. Disebutkan, sebanyak 97 persen anak-anak telah mengakses situs internet berisi konten pornografi, 93 persen remaja pernah berciuman bibir dengan lawan jenis, 62,7 persen remaja melakukan seks di luar nikah, dan 21 persen remaja pernah aborsi. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BKKB PP dan PA) Kabupaten Wonosobo, Junaedi, menambahkan bahwa di Wonosobo sendiri kasus kekerasan anak menunjukkan tren peningkatan. Pada tahun 2013, menurut Junaedi terjadi 70 kasus, dan meningkat pada 2014 yang mencapai 79 kasus, kemudian pada 2015 terjadi 71 kasus. “Kasus ini layak diwaspadai bersama," tegas Junaedi. Sementara itu, Ratna Yunita, perwakilan Save The Children Jakarta, mengemukakan bahwa orangtua dan keluarga harus menjadi garda terdepan dalam upaya perlindungan anak, dengan memberikan perhatian lebih serius. "Keluarga harus mengawasi pergaulan anak di luar rumah," katanya. Ratna juga meminta kepada pengelola tempat hiburan agar tidak lagi memperkerjakan anak-anak. Sebab, masa anak-anak adalah masa ketika mereka mendapatkan hak pendidikan untuk membangun masa depannya. “Batas usia anak adalah 18 tahun dan ini sudah diatur dalam undang-undang,” tandasnya. Untuk diketahui, diskusi publik tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT ke-191 Wonosobo ke-191 dan HUT RI ke-71. Tak kurang dari 75 peserta mengikuti diskusi tersebut. Mereka berasal dari berbagai elemen masyarakat, seperti pelaku industri hiburan, pekerja di industri hiburan, tokoh agama, tokoh masyarakat, perwakilan organisasi kepemudaan dan pelajar.