Heboh Jual LKS di Sekolah, Ini Tanggapan Disdik Inhil
REDAKSIRIAU.CO, INDRAGIRI HILIR - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) akan terus melakukan pengawasan di setiap sekolah, mulai dari sekolah tingkat dasar hingga tingkat menengah sebagai bentuk komitmen dalam menjalankan Surat Edaran dari Disdik Inhil tentang Penyediaan Buku Teks Satuan Pendidikan Di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Inhil Tahun Ajaran 2016/2017.
Surat Edaran Disdik Inhil dengan nomor surat 420/Disdik/VII/2016/1171 tersebut dibuat guna menindaklanjuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Kedua regulasi tersebut, pada intinya melarang penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Buku Teks kepada para siswa, karena dianggap akan menimbulkan kesan diskriminatif dalam proses pembelajaran yang berlangsung disekolah nantinya.
"Kami akan terus melakukan pengawasan di sekolah-sekolah. Setelah ini, kami akan meninjau sekolah-sekolah atas pelaksanaan Surat Edaran dari Disdik tersebut," ujar Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdik Inhil Faturrahman kepada harianriau.co, Tembilahan, Jum'at (29/7/2016).
Usai peninjauan, Faturrahman mengatakan, pihaknya akan melakukan pendataan terhadap sekolah, khususnya sekolah tingkat dasar yang terindikasi melakukan pelanggaran terhadap PP dan Surat Edaran tentang Pelarangan Penjualan LKS dan Buku Teks.
"Diinventarisasi dulu, usai dilakukan peninjauan. Setelah indikasi tersebut ada. Maka, kami akan melakukan penyelidikan terhadap sekolah yang bersangkutan sebagai langkah verifikasi atas indikasi pelanggaran," jelasnya.
Terkait sanksi yang akan diberikan kepada sekolah yang terbukti melanggar, baik langsung maupun tidak langsung mengarahkan para siswaataupun wali murid untuk membeli LKS maupun buku teks, dikatakan Faturrahman, secara spesifik belum ditentukan.
"Kami harus melewati tahap pembahasan lebih lanjut. Namun begitu, pemanggilan terhadap sekolah tersebut pasti akan dilakukan," pungkas Dia.
Serupa, Kabid Pendidikan Menengah (Dikmen), Suwardi mengatakan, untuk sekolah tingkat menengah, pemberlakuan surat edaran dari Disdik tersebut, juga akan dilakukan peninjauan terdahap teknis pelaksanaannya di lapangan oleh sekolah-sekolah tingkat menengah pertama dan atas.
"Hingga saat ini, secara tertulis belum ada laporan terkait pelanggaran penjualan buku tersebut. Yang ada hanya sebatas isu-isu lisan saja, dari mulut ke mulut. Tapi, jika ada laporan tertulis terkait hal tersebut dan terbukti sekolah terlapor menjual buku, menjadi agen atau distributor buku. Maka, kami pasti akan memanggil pihak sekolah," terang Suwardi.
Mengacu kepada aturan yang ada, sekali lagi Suwardi menegaskan, agar pihak sekolah tidak menjadi penjual buku, baik langsung maupun tidak langsung, apalagi menjadi distributor atau agen penjualan.
"Penjualan buku dianggap dapat menimbulkan kesan diskriminatif dalam proses belajar-mengajar. Penjualan buku terhadap para siswa ini diasumsikan akan sangat mengganggu, terutama terhadap psikologi anak yang tidak membeli buku, entah itu karena ketidakmampuan finansial ataupun alasan lainnya," kata Suwardi.
Namun begitu, sebagai solusi untuk pengadaan buku teks bagi siswa, Suwardi mengatakan, pihak sekolah dapat mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Kan ada dana BOS untuk pembelian buku teks bagi para siswa. Selain, bagi para siswa, pihak sekolah berhak untuk mengalokasikan dana BOS untuk membeli buku panduan atau pegangan bagi para guru," tuturnya.
Terakhir, sekali lagi Suwardi menekankan, kepada setiap sekolah, khususnya sekolah tingkat menangah pertama dan atas, agar tidak menjual LKS ataupun Buku Teks kepada para siswa, baik langsung maupun tidak langsung dengan cara mengarahkan siswa atau wali murid membeli buku di toko ataupun agen tertentu.
"Kalau pembelian buku atas inisiatif dari wali murid untuk anak mereka dengan alasan sebagai buku tambahan guna belajar dirumah, itu haknya wali murid. Tapi, bukan didasarkan pada perintah atau arahan dari pihak sekolah. Hal itu perlu diingat," tandasnya.