REDAKSIRIAU. CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri meminta kalangan dunia usaha dan dunia industri agar mengutamakan syarat kualitas kompetensi kerja dalam merekrut para pekerjanya ketimbang syarat ijazah lulusan sekolah semata. "Syarat formal pendidikan memang penting. Tapi kan, ada juga orang yang layak menjadi pekerja karena memiliki kompetensi tinggi dengan jam terbang dan pengalaman tinggi meski tak memiliki ijazah pendidikan formal," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (29/7/2015). Hanif mencontohkan, misalnya saat industri garmen membutuhkan tenaga kerja penjahit, maka dunia industri itu diimbau untuk mempertimbangkan kompetensi kerja yang dimiliki para pelamar kerja. Meskipun para pelamar yang tidak memiliki ijazah sekolah minimal SMA atau SMK, tapi jika ada para penjahit informal ikut melamar dan memiliki pengalaman dan jam terbang tinggi, maka layak dipertimbangkan, bahkan diterima bekerja. "Para pelaku industri ini diharapkan jangan terlalu kaku dengan hanya menerima calon karyawan yang memiliki ijazah sederajat SMA atau SMK. Tapi pertimbangkan juga kompetensi kerja yang dimilikinya pelamar lainnya," kata dia. Intinya, lanjut Hanif, pemerintah meminta para pelaku industri juga mencantumkan persyaratan kompetensi di samping persyaratan pendidika formal. "Kami sudah berbicara dengan beberapa pelaku industri dan mereka siap mengimplementasikan hal itu," lanjutnya. Selain itu, Hanif mengatakan bahwa pihaknya juga telah mengeluarkan imbauan serupa kepada seluruh Balai Latihan Kerja (BLK) di seluruh Indonesia menampung pekerja maupun calon pekerja terampil tanpa mensyaratkan ijazah sekolah minimal SMA atau SMK. Menurutnya, persyaratan kepesertaan pelatihan di Balai-balai Latihan Kerja (BLK) yang ada di seluruh Indonesia harus dipermudah. Semua lulusan pendidikan mulai dari yang terendah yaitu Sekolah dasar (SD) dan SMP akan diperbolehkan ikut pelatihan kerja di BLK. Pasalnya, selama ini persyaratan pendidikan formal yang ketat untuk mengikuti pelatihan di BLK menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan jumlah tenaga kerja di Indonesia. "Kita ubah persyaratan minimal SMA atau SMP baru bisa mengikuti pelatihan di BLK ,agar semua angkatan kerja dapat mengakses pelatihan kerja yang diselenggarakan di BLK tanpa syarat pendidikan formal yang ketat," jelasnya. Hanif menginginkan agar calon peserta pelatihan kerja yang hanya lulusan SD maupun SMP juga dapat diakomodir oleh BLK. Apalagi data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) nasional sampai dengan Februari 2015 mencapai 7,45 juta jiwa atau sekitar 5,81 persen hanya mengantongi lulusan SD dan SMP. "Jika BLK mematok syarat pendidikan minimal SMA, maka angkatan kerja lulusan SD dan SMP itu sulit terserap dalam dunia kerja, Itu menjadi masalah krusial yang harus segera dibenahi," tandasnya. (Dny/Gdn)