Sosial Media Penyebab Budaya Silaturahmi Memudar
REDAKSIRIAU.CO, JAKARTA - Masyarakat dari berbagai kalangan di Kota Padang, Sumatera Barat menilai kebiasaan anak atau remaja bersilaturahmi ke rumah warga dan mengharapkan semacam imbalan pada waktu Lebaran Idul Fitri atau "nambang" perlahan mulai pudar.
Salah satu tokoh masyarakat di Kuranji, Jumat, Hasan Basri Ibrahim mengatakan pudarnya kebiasaan ini terlihat dari sedikitnya anak yang datang ke rumahnya untuk bersilaturahmi dan meminta imbalan berupa uang.
Hal ini kata dia, terjadi dalam lima tahun ke belakang.
"Dulu tahun 90an hingga 2000an banyak anak mulai balita hingga remaja bersilaturahmi dan menambang ke rumah," katanya membandingkan.
Dia menambahkan bahkan saat itu dirinya harus menyiapkan persediaan uang lebih karena diprediksi anak yang datang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan orang.
"Sekarang uang lima ribuan atau dua ribuan tersisa, selebihnya sudah diberikan pada anak cucu," ujarnya yang memiliki 21 orang cucu tersebut.
Menurut dia mulai pudarnya kegiatan menambang ini seiring juga dengan kebutuhan anak.
"Biasanya dulu sebelum lebaran hingga lebaran anak mengumpulkan uang untuk beli mainan, atau jajanan lainnya sekarang sepertinya tidak terlalu antusias," pungkasnya.
Senada dengan itu salah satu dosen Teguh (55) menilai mulai pudarnya menambang ini seiring dengan mulai pudarnya budaya silaturahmi saat lebaran.
"Sepuluh tahun lalu rasanya kurang enak jika tidak berkunjung ke rumah tetangga setelah shalat, namun saat ini seperti biasa saja," katanya.
Menurut dia kecanggihan zaman seperti ada telepon genggam yang menyajikan hubungan sosial media menjadi faktor memudarnya silaturahmi antar warga tersebut.
"Sekarang cukup saja dengan "Whats App, BBM, Facebook" sudah bersilaturahmi," ujarnya.
Jika dikaitkan dengan pudarnya menambang ini terlihat jelas anak anak mengikuti sikap yang dilakukan orang tua atau yang lebih besarnya, kata Teguh.
Senada dengan itu salah satu pedagang mainan Rahma (43) di Banda Buek menyebutkan lebaran kali ini hanya segelintir anak yang membeli mainan.
Menurutnya anak-anak lebih cenderung membeli "gadget" atau telepon genggam yang menyajikan permainan video di dalamnya ketimbang mainan.
"Beberapa mainan yang dulu laku keras seperti pistol-pistolan, mobil kontrol, tamiya dalam beberapa tahun terakhir kurang laku," ujarnya.