Ini Penyebab Mahar di Pilkada Dianggap Sulit Dihindari
- KPK mengungkap ada dana Rp 2 miliar ke saksi dan mahar ke Parpol yang harus dikeluarkan calon saat Pilkada. Mahar politik dianggap sulit dihindari karena ada supply and demand.
"Rekrutmen calon di partai yang tidak jelas kriterianya, cenderung tertutup, elitis dan cukup sulit diakses publik. Pola pencalonan di parpol menggunakan pendekatan, semua baru bisa digerakan bila ada uang," kata pemerhati Pemilu dari Perludem, Titi Anggraini saat dihubungi, Kamis (30/6/2016).
Walaupun mahar politik sudah menjadi rahasia umum, namun sulit untuk mengungkap praktek tersebut. Alasannya karena prakteknya dilakukan secara diam-diam, terselubung dan para pihak yang terlibat tidak mau terbuka dan cenderung mau-mau saja jadi bagian dari praktek kotor tersebut.
"Jadi mahar politik terjadi karena adanya supply dan demand. Situasi ini seperti lingkaran setan yang semakin diperburuk karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum yang berbelit-belit," ujar Titi.
"Lemahnya pengaturan dana kampanye dan abu-abunya wilayah penegakan hukum Pilkada kita. Jadi praktek ini terus menerus berulang," lanjutnya.
Untuk itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mestinya bisa dibangun mekanisme pengawasan pencalonan yang lebih transparan. Dengan meberi akses lebih yang lebih mudah bagi para pelapor bila terjadi praktek mahar politik.
"Memberi perlindungan yang optimal oleh Bawaslu bagi para whistle blower yang mau memberikan informasi soal praktek mahar juga harus dilakukan," tutup Titi.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji seluk beluk dana kampanye pada gelaran pemilu kepala daerah (Pilkada) 2015 lalu. Melalui wawancara terhadap ratusan calon kepala daerah yang kalah, KPK diceritakan bahwa ada biaya yang nilainya tak kalah signifikan dari biaya kampanye. Bahkan untuk biaya saksi bisa mencapai Rp 2 miliar untuk tingkat kabupaten. (imk/imk)