REDAKSIRIAU.CO- Fabriano - Sebagian orang pesimis terhadap ekonomi Indonesia. Penilaian sebaliknya diutarakan Paolo Merloni (48), pemilik Ariston Thermo Group asal Italia. Bos perusahaan produsen perangkat pemanas air kelas dunia ini yakin ekonomi Indonesia terus membaik, karena itu, dia berani mendirikan kantor perwakilan di Indonesia. "Sejauh ini, ekonomi Indonesia stabil. Prospek ke depan bagus," kata Merloni kepada 3 jurnalis Indonesia, termasuk detikFinance, di kantornya, Fabriano, Marche, Italia, Selasa (14/6/2016). Wawancara khusus dengan Merloni difasilitasi Ariston Thermo Indonesia, Richard Chua (President Director) dan Feranti Susilowati (Marketing Director). Juga oleh Press and External Relations Manager Ariston Thermo Group, Alessio Bianchini. Ariston sebenarnya telah hadir di Indonesia sejak 30 tahun lalu. Produknya dijual distributor. Tahun lalu, mereka mendirikan kantor perwakilan dengan harapan konsumen dan pasar kian berkembang. "Potensi pasar di Indonesia sangat besar. Penduduknya banyak, wilayah bervariasi," jelas Merloni. Merloni adalah generasi ketiga di Ariston Thermo. Perusahaan ini didirikan kakeknya, Aristide Merloni, di Fabriano. Diawali dari timbangan pada tahun 1930-an, kemudian bergeser ke pemanas air pada tahun 1966. Tak sampai 10 tahun, produknya telah menguasai Eropa Barat. Tampuk kepemimpinan berganti ke ayah Merloni, Francesco Merloni, selama beberapa dekade. Perusahaan kian maju. Sementara Merloni mewarisi bisnis keluarga ini pada tahun 2004 setelah ayahnya pensiun. Sebelumnya, dia berkiprah sebagai analis bisnis, kemudian masuk perlahan ke Ariston pada tahun 1995. Bagaimana Merloni memandang bisnis keluarga? Bagaimana dia menjalankannya agar bisnis keluarga tetap jaya? Merloni mengakui bisnis keluarga rawan konflik. Jika tidak dikelola dengan baik, maka tidak akan menjadi apa-apa. Bahkan bisa-bisa hanya tinggal nama. "Saya merasa beruntung karena keluarga kami berbeda. Tidak semua anggota keluarga terlibat (di bisnis). Ayah memegang Ariston, saudarinya tidak tertarik dan sekarang sudah meninggal, dan paman punya bisnis lain. Sekarang saudara saya juga tidak ikut (terlibat). Jadi tidak ada masalah," papar pria berkepala plontos ini. Bagaiamana jika kondisinya berbeda? Misalnya, banyak anggota keluarga ingin terlibat bisnis, apa yang seharusnya dilakukan? Merloni menjelaskan nilai-nilai penting dalam bisnis keluarga. Pertama, bisnis adalah bisnis dan keluarga adalah keluarga. "Jangan dicampur karena kedua hal itu berbeda," kata Merloni. Kedua, jika memang harus ada anggota keluarga di perusahaan, maka dia harus berada di tempat yang tepat. Bukan asal ditempatkan di posisi tertentu. Ketiga, harus diyakinkan ke tiap anggota keluarga bahwa bisnis dibangun untuk jangka panjang. Jadi, seluruh anggota keluarga harus ikut menjaga meski tidak selalu terlibat. "Hal lain, jika tidak ada anggota keluarga yang kompeten, maka jual saja. Atau biarlah orang lain mengelola," kata lulusan Universitas Bocconi Milan ini. Merloni tidak terlalu terobsesi akan suatu hal. Malah, bisa dibilang, sikap dan pikirannya terlampau sederhana, hanya ingin mengembangkan bisnis keluarga, tak suka dengan politik, dan tidak memiliki hobi aneh-aneh. Jika tidak sibuk mengurus bisnis, pria dengan 3 anak hanya berkumpul dengan keluarga.