REDAKSIRIAU.CO - Guncangan dan kegaduhan politik yang terjadi sejak pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 kian hari semakin terkikis.

 

Situasi ini harus dipertahankan karena akan turut memberikan sumbangsih bagi pertummbuhan ekonomi.

 

Dengan politik yang stabil, yang ditandai dengan dukungan maksimal dari parlemen dan rakyat terhadap pemerintah, maka para penyelenggara negara bisa menjalankan fungsi mereka dengan baik.

 

Namun, stabilitas politik itu jangan sampai mengendurkan daya kritis terhadap pemerintah. Jika ada program-program pemerintah yang tidak prorakyat dan bisa menghambat pembangunan, maka seluruh pihak wajib untuk memberikan kritik membangun.

 

Perkembangan politik di Tanah Air dalam beberapa bulan terakhir ini semakin mengarah kepada stabilitas. Potensi guncangan dan kegaduhan yang sempat mencuat pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla secara perlahan mulai terkikis.

 

Dinamika politik nasional menunjukkan arah yang positif. Konflik internal yang terjadi di tubuh partai politik, yang turut memberi pengaruh kepada perpolitikan nasional, mulai mereda. Polarisasi yang semula terjadi, yakni antara partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), juga mulai menghilang.

 

Partai politik yang dulu berada pada posisi oposisi, kini mulai menyatakan dukungan terhadap pemerintah. Setelah Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar pun secara resmi menyatakan berada pada posisi yang sama dengan pemerintah.

 

Gejala positif itu terjadi berkat konsolidasi politik yang dilakukan Presiden Jokowi dan Wapres Kalla. Alih-alih menjadikan partai-partai oposisi di KMP sebagai musuh, Jokowi malah merangkul mereka ke dalam pemerintahan. Jokowi tak segan untuk mendatangi tokoh-tokoh partai yang dulu berseberangan, termasuk menghadiri musyawarah nasional partai-partai yang ada di KMP.

 

Sikap Jokowi yang justru merangkul kekuatan-kekuatan politik yang tadinya berseberangan patut diapresiasi. Kekuatan politik yang besar itu sangat dibutuhkan di tengah kondisi perekonomian yang tidak stabil saat ini.

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia saat ini masih di atas 7 juta orang, di mana tingkat pengangguran terbuka hingga Februari 2016 sebesar 5,50 persen. Di tengah krisis ekonomi global, bisa jadi angka itu bertambah karena ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) masih ada di depan mata. Ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia juga masih tergolong tinggi dengan rasio gini masih 0,40.

 

Selain itu, kesenjangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa juga masih cukup tinggi. Hal ini yang membuat pemerintahan Presiden Jokowi tengah berusaha membangun infrastruktur di daerah luar Jawa, khususnya kawasan timur Indonesia (KTI). Kelemahan di sektor infrastruktur membuat harga-harga kebutuhan pokok di KTI sangat tinggi dan sulit untuk dijangkau masyarakat.

 

Berbagai program dan kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah itu membutuhkan dukungan yang besar dari seluruh elemen masyarakat, termasuk dari dunia politik. Tanpa gonjang-ganjing politik, pemerintah dapat dengan tenang menjalankan program yang dibuat untuk mengatasi kesenjangan, ketimpangan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

 

Kita patut mengapresiasi pula sikap-sikap partai politik yang akhirnya menyatakan dukungan terhadap pemerintah. Kita yakin, perubahan sikap itu didasari kesadaran bahwa proses pembangunan Indonesia membutuhkan kebersamaan. Para elite partai menyadari bahwa semangat kebersamaan itu dibutuhkan untuk membawa Indonesia menjadi negara makmur.

 

Dalam pidato pada 1 Juni 1945, Presiden Soekarno menyebutkan jika lima mutiara Nusantara yang disebut Pancasila dijadikan satu, maka kata-kata yang keluar adalah “gotong royong”.

 

Pernyataan Bung Karno itu harus terus digaungkan sebagai pengingat bahwa bangsa sebesar Indonesia membutuhkan gotong royong-- kebersamaan--agar bisa mewujudkan kesejahteraan rakyat. Semangat ini jangan sampai dilupakan seluruh elemen bangsa, termasuk partai politik.

 

Kita juga berharap sikap mendukung pemerintah itu muncul tanpa pamrih. Artinya, dukungan diberikan bukan karena berharap mendapatkan kekuasaan berupa kursi di kabinet. Kita yakin presiden akan menempatkan orang-orang terbaik negeri ini untuk membantunya, baik yang berasal dari kalangan profesional maupun partai politik.

 

Para elite parpol patut menyerahkan sepenuhnya keputusan untuk merombak kabinet di tangan Presiden Jokowi tanpa perlu mengintervensi hak prerogatif itu. Sebab, dukungan terhadap proses pembangunan Indonesia tidak mesti diberikan melalui kursi menteri. Turut menjaga stabilitas politik, utamanya di parlemen, sudah merupakan sumbangan yang tak ternilai bagi bangsa ini.