REDAKSIRIAU.CO - Tingginya potensi konflik di Laut Cina Selatan membuat pemerintah Indonesia perlu segera mengambil sikap. Salah satunya dengan membangun pangkalan militer di Natuna yang berhadapan langsung dengan beberapa negara tetangga itu.
Ketua Komisi I DPR, Mahfud Siddiq, menilai pembangunan pangkalan militer di Pulau Natuna sangat penting sebagai bagian pembangunan wilayah pertahanan bagian tengah Indonesia yang berhadapan dengan beberapa negara.
“Pembangunan pangkalan militer di Natuna itu akan melengkapi wilayah pertahanan Indonesia bagian barat dan timur yang sudah ada sehingga memudahkan mobilitas militer,” kata Siddiq di Jakarta, Kamis (24/3/2016).
Menurut dia, rencana pembangunan pangkalan mititer di Pulau Natuna sudah dimulai sejak 2015 dan masih berlangsung. “Rencana ini sudah pernah dibahas bersama Komisi I DPR termasuk dukungan anggarannya,” ujarnya.
Politikus PKS itu mengatakan dibutuhkan anggaran senilai Rp 1,3 triliun untuk membangun pangkalan militer di Natuna, dari sebelumnya diperkirakan sekitar Rp 400 miliar. “(Sumbernya) APBN Perubahan 2015 dan APBN 2016 namun masih ada kekurangan. Targetnya 2017 selesai,” katanya.
Sebelumnya, kapal patroli Penjaga Pantai Cina mengganggu upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menindak kapal pencuri ikan dari negara tersebut. Kapal patroli China itu menabrak kapal Kway Fey 10078 milik nelayan Cina yang di dalamnya terdapat petugas KKP. Atas insiden ini, pemerintah RI menilai perlu ada basis kekuatan militer di Natuna untuk mengantisipasi ancaman asing.
“Sekarang kita usulkan, Natuna itu dibuat seperti kapal induk, menjadi basis militer yang kuat, AL, dan AU di sana,” kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Pandjaitan, Rabu (23/3/2016) lalu.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan pemerintah masih menunggu jawaban dari pemerintah Cina terkait insiden tersebut. “Kami sudah mengirimkan nota protes, kini kita masih menunggu jawabannya,” kata Retno, Kamis (24/3/2016).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan, protes keras yang disampaikan Menlu terkait insiden di Natuna itu sudah sesuai fakta dan hukum internasional. Namun, Nasir juga mengatakan, “Dalam hubungan dua negara pasti ada hal-hal di luar dugaan yang terjadi, dan setiap masalah perlu ditangani secara terukur.”
Nota protes yang ditujukan kepada Kedutaan Besar Cina di Jakarta itu berisi sedikitnya tiga poin utama. Pertama, pemerintah Indonesia memprotes pelanggaran oleh kapal Penjaga Pantai Cina terhadap hak berdaulat dan yuridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontingen.
Kedua, pemerintah Indonesia memprotes pelanggaran oleh kapal Penjaga Pantai Cina terhadap penegakan hukum yang dilakukan aparat Indonesia pada ZEE dan landas kontingen.
Ketiga, pemerintah Indonesia memprotes pelanggaran yang juga dilakukan kapal Penjaga Pantai Cina terhadap kedaulatan laut teritorial Indonesia.