Pasalnya menurut dia, perusahaan itu termasuk ditempat dia bekerja, tidak pernah menerima bantuan dari Negara terkait setiap permasalahan dan kekurangan yang terjadi di PTPN. Sehingga, dirinya sangat marah kalau PTPN tersebut disebut perusahaan plat merah atau milik pemerintah.
"Kalau memang ini milik Negara, kenapa setiap permasalahan yang ada dikebun, tidak pernah mau diketahui oleh pemerintah," Katanya kepada wartawan saat melakukan konfirmasi mengenai buah sawit yang terbuang karena tidak diangkut dan biarkan saja menumpuk di lokasi hingga berhari hari, Selasa (6/10) lalu diruang kerjanya.
Menurut dia lagi, pemerintah hanya mengambil keuntungan saja dari kebun ini. Sementaa bantuan dari negara tidak pernah ada. "Yang kami kelolah itu hanyalah deviden perusahaan ini saja yang diputar untuk mencukupi semua yang diperlukan di perusahaan ini," Ujarnya.
"Jadi, wajar saja kalau saya merasa keberatan kalau perusahaan ini dibilang milik negara. Lagian, perusahaan ini juga sudah berdiri pada zaman belanda, dan modal untuk membuka perusahaan ini tidak berasal dari negara," lantangnya.
Dirinya juga berbahasa kalau dirinya sudah mengikuti debat kusir mengenai awal mula lahirnya perkebunan itu, serta apa apa saja mengenai perkebunan.
"Buktinya saja bang, waktu aku masih calon karyawan pimpinan (CKP) di PTPN3 ini, ada yang menanyakan siapa yang setuju kalau PTPN ini milik negaa arau bukan, dan aku tunjuk tangan dan bilang bukan. Makanya aku sekarang sudah jadi disini bang," Terangnya.
"Cuman kemenagan kita ini kalau ini milik negara karena tercantum dalam undang undang 1960 mengenai agraria. Tapi asal abang tau aja, PTPN ini bukan milik negara, tapi swasta. Jadi jangan abang bilang ini perusahaan dan uangnya, uang negara bang. Dan adapun yang perusahaan swasta sudah menjadi BUMN yaitu, PT Inalum yang ada di Medan," Jelasnya.