REDAKSIRIAU.CO.ID PEKANBARU, - Tidak banyak orang yang bisa menterjemahkan keunggulan Riau di sektor pariwisata. Kita terlalu larut dengan pakem model Objek Wisata Alam, Objek Wisata Budaya, dan Objek Wisata Buatan.
Tiga objek wisata ini sering diterjemahkan sebagaimana daerah lain yang telah memiliki kelebihan di bidang masing-masing, yang kemudian disandingkan dengan di Riau.
Menggali kelebihan sebuah daerah di sektor pariwisata tentu yang paling dibutuhkan adalah pemahaman terhadap daerah itu sendiri. Tidak ada rumus baku karena sektor ini bukanlah ilmu pasti.
Jika Bali punya kelebihan dengan pantai-pantainya yang berpasir putih indah memesona, maka tentu tidak perlu kita paksakan pantai kita akan berkelas seperti Bali.
Jika Sumatra Utara punya danau Toba, tentu tidak bisa pula kita paksakan danau-danau yang terdapat di Riau akan seperti danau Toba. Jika dataran tinggi di pegunungan Tengger punya gunung Bromo yang setiap tahunnya dibanjiri jutaan wisatawan tentu tidak bisa pula kita paksakan dataran tinggi yang ada di Riau akan seperti Bromo.
Konsep ATM (amati, tiru, modifikasi) yang selama ini cukup sering kita adopsi bisa saja diterapkan, akan tetapi keotentikannya tentu tidak akan bisa mengalahkan yang aslinya.
Kalau kita lihat faktanya sekarang, Riau kaya akan Sumber Daya Alam dan PDRB Riau banyak bersandar ke Sumber Daya Alam tersebut. Siapa yang bisa memungkiri bahwa dari perut bumi Riau lah minyak bumi paling banyak dihasilkan di negeri ini.
Semenjak pertama kali perusahaan minyak Belanda NPPM Belanda melakukan survey di hulu sungai Rokan pada tahun 1938 atas izin dari Sultan Siak (besluit No. 104). Akhirnya ditemukan kandungan minyak bumi yang kelak dinamakan dengan Blok Rokan seperti yang kita kenal sekarang.
Namun sayang, karena setelah survey awal tersebut belum bisa dilanjutkan ke tahapan eksploitasi karena pecah perang dunia ke-II. Akhirnya setelah perang dunia ke-II usai, usaha eksploitasi tersebut dilanjutkan oleh perusahaan Amerika dengan geologistnya yang melegenda namanya di dunia perminyakan, Ricard H Hopper. Semenjak pertama kali di eksploitasi puluhan tahun lalu, entah sudah berapa milyar barel minyak bumi mengalir dari Riau untuk mensuplai kebutuhan bahan bakar minyak negri ini.
Lalu, atas fakta dan perjalanan sejarah itu. Apatah anak-anak kita tahu betapa kayanya Riau' Belum tentu, pekerja di perusahaan-perusahaan minyak itu pun bukanlah dominan dikuasi oleh anak jati Riau sendiri.
Selain itu, lembaga pendidikan yang punya jurusan dan fakultas perminyakan tersebut ternyata juga minim di Riau. Artinya, tanah Riau cenderung hanya menjadi objek tempat menggali kandungan alam tersebut. Tidak semua orang Riau yang benar-benar paham seluk beluk industri perminyakan itu sendiri.
Maka, atas sifat Sumber Daya Alam yang pasti ada batasnya itu sudah sepantasnya kita membangun sesuatu yang nanti bisa menjadi wahana belajar menggali pengetahuan tentang seluk-beluk industri perminyakan tersebut.
Cita-cita seperti itu dikemukakan oleh Sugianto, anggota Komisi II DPRD Riau yang membidangi masalah pariwisata. “Lebih baik kita tonjolkan apa yang memang sudah kita miliki untuk dijadikan sebagai objek wisata unggulan Riau. Toh selama ini orang memang tahunya Riau adalah daerah penghasil utama minyak bumi di tanah air.” Begitu kira-kira pandangannya dalam suatu kali diskusi tentang bagaimana mengangkat pariwisata Riau dengan mengangkat keotentikan Riau sendiri.
Hal tersebut senada dengan pernyataan, Anggota Komisi IV DPRD Riau, Yuyun Hidayat S yang membidangi masalah Pertambangan dan Energi. Pria asal Kampar yang juga menjadi anggota Pansus Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Provinsi Riau 2021-2035 ini juga memiliki pandangan yang sama.
Dalam sebuah rapat dengan jajaran Dinas Pariwisata provinsi Riau serta Dispar Kabupaten/Kota yang ada di Riau beberapa waktu yang lalu, beliau pernah menyatakan bahwa jika kita membangun objek wisata alam, pasti akan sangat banyak biaya yang dibutuhkan mulai dari infrastruktur berikut kelengkapan aksesibiltasnya.
Membangun objek dengan segala fasilitasnya dan kebutuhan-kebutuhan lain yang selalu harus diupdate mengikuti perkembangan zaman. Sementara wilayah Riau luas. Yang mana yang akan dibangun terlebih dahulu' Yang mana yang betul-betul kompetitif jika disandingkan dengan provinsi-provinsi lain di sekitar kita sehingga nanti bisa menarik kunjungan wisatawan'
Jika dibangun di daerah A, maka akan timbul rasa cemburu masyarakat dari daerah lain. Sementara, keunggulan komparatif kita dari sisi objek wisata alam belum tentu akan bisa bersaing dengan objek-objek lain di kawasan sekitar (baca; provinsi tetangga).
Ketika kita bangun sekarang, mungkin provinsi lain juga sedang membangun objek yang sama. Ketika kita mulai menjalankan objek wisata yang baru dibangun tersebut daerah lain malah sudah mulai lagi melakukan pembenahan untuk memperbaharui apa yang mereka punya.
Maka tidak akan selesai pekerjaan untuk membangun terus-menerus, pasti akan mengeruk biaya yang akan sangat besar. Sementara, faktanya saat ini jika dibandingkan antara inbound- dan outbound, malah kita deficit, sebab lebih banyak orang Riau yang bepergian keluar daerah/negeri dibandingkan dengan orang lain yang dating ke Riau.
Untuk itu, usulannya adalah bangun museum Perminyakan. Museum yang tidak hanya menjadi tempat menyimpan benda-benda kuno. Akan tetapi museum modern tempat dimana orang-orang bisa belajar, menikmati proses perkembangan industri perminyakan secara interaktif.
Museum yang tampilannya menarik dengan koleksi benda-benda yang relevan dengan tema perminyakan. Museum dimana orang bisa mendapatkan pengalaman bagaimana rasanya berada di industri perminyakan.
Desainnya harus dengan lanskap yang benar-benar menggambarkan suasana di kawasan pengeboran dan pengolahan minyak, instagramable, dan mudah diakses. Tidak perlu harus di dalam kota tapi di kawasan yang benar-benar bisa mewakili keberadaan Riau sebagai penghasil minyak utama di tanah air.
Artinya museum tersebut secara tidak langsung bisa menjadi objek wisata Pendidikan, objek tematik yang berbeda dari objek wisata lainnya. Alasannya sederhana, kelebihan Riau ada disitu!
Pada saatnya nanti tidak salah pula kiranya dibangun kawasan wisata tematik seperti itu, misalnya museum sawit. Toh faktanya Riau memiliki hamparan kebun sawit terluas di tanah air, 2,4 juta hektar!
Harusnya ini yang diolah untuk kita jadikan objek wisata unggulan Riau kedepan. Anak-anak Riau tidak perlu lagi study banding keluar daerah kalau hanya tujuannya untuk sekedar berekreasi. Kita sediakan objek dimana orang-orang benar-benar bisa belajar dan menikmati proses industri tersebut. Dikemas dalam suatu wahana yang menarik dan modern.
Dengan desain yang pas dan atas argumen-argumen yang masuk akal, rasanya tidak mungkin perusahaan-perusahaan di industri terkait akan mengucurkan dana CSR-nya untuk tujuan tersebut.
Kalimantan Utara adalah provinsi termuda di tanah air, di salah satu daerahnya di kota Tarakan mereka punya museum seperti itu walaupun skalanya mini. Maka mestinya Riau juga harus punya sesuatu dengan konsep yang lebih holistik; museum, wahana pendidikan dan sekaligus objek wisata. Artinya kita kembali ke kearifan lokal Riau. Kelebihan kita pada Sumber Daya Alam. Itulah yang semestinya ditonjolkan. Khas Riau
Riaugreen