REDAKSIRIAU CO.ID PEKANBARU - Mengapa Karhutla terulang terus? pertanyaan inilah yang dilontarkan seorang Dosen Hukum dari Universitas Riau (Unri), Mukhlis saat diberi kesempatan berbicara dalam forum diskusi grup di kantor DPW PKS Riau, kemarin.

"Kalau dilihat dari sisi hukum, saya rasa sudah lebih dari cukup. Ada banyak Undang-Undang. Tapi kok bisa berulang?. Dari segi struktur hukum juga demikian, polisi dan lainnya juga sudah mendapat intruksi secara jelas. Apakah masih terkendala di infrastrukturnya? Saya juga nggak tahu," katanya.

Dalam pandangannya, dari sisi hukum, bahwa sanksi yang paling ringan jika Karhutla berada dalam lingkaran korporasi, yakni sanksi administrasi. Namun faktanya hari ini, jangankan untuk menindak pelaku Karhutla ke ranah pidana, pada tahapan sanksi administrasi saja tidak bisa berjalan dengan baik.

"Kalau sanksi paling ringan ini tidak bisa, apalagi sanksi pidana. Kalau memang perangkat hukum yang selama ini berada di depan kemudian sulit pembuktiannya, coba bergerak dari belakang. Setelah lahan terbakar tumbuh sawit, itukan bisa diinvestigasi dan ditelusuri keterlibatannya," ungkapnya.

Dia menambahkan, kemauan dari pemerintah bekerjasama dengan penegak hukum diyakini mampu mengungkap persoalan karhutla dengan menggunakan strategi ini.

"Hanya saja berani nggak?" ungkapnya. Selama ini yang dihukum pihak atau individu suruhan yang menjadi korban janji kesejahteraan.

Dia juga mengkritik bahwa pelaku pembakar lahan yang selama ini diseret kepenjara, secara kwantitas belum menyentuh pihak-pihak yang menikmati keuntungan.

"Selama inikan keroco-keroco yang disuruh bakar lahan, yang nggak tahu apa-apa, itu yang ditangkap. Yang menikmati keuntungan dari dampak yang kita rasa ini belum tersentuh sama sekali. Kedepan ini tugas Pemda untut menyentuh intelektualnya. Perlu komitmen legislatif juga untuk mendorong ini. Jangan takut dengan ancaman PHK dan memindahkan investasi," ungkapnya

Betuahpos