REDAKSIRIAU.CO.ID Majelis Ulama Indonesia (MUI) meluruskan persepsi soal fatwa yang keluarkan dari hasil ijtimak ulama di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, tahun 2009 silam. Dari sejumlah pemberitaan fatwa terkait penggunaan hak pilih dalam pemilu ini menyatakan golongan putih (golput) alias tidak memilih hukumnya haram.

Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan menegaskan kembali bahwa fatwa yang dikeluarkan MUI ini merupakan fatwa tentang kewajiban memilih. Namun, dalam poin terakhir menyatakan ketika ada pemimpin yang memenuhi syarat sesuai dengan ajaran Islam, maka seorang individu diwajibkan memilih. Jika tidak memilih hukumnya haram. 

"MUI itu mengeluarkan fatwa memilih pemimpin wajib. Itu intinya. Namun, yang tidak melakukan pilihan padahal ada yang memenuhi syarat, itu bahasa publiknya kan golput, itu haram. Itu penafsirannya," kata Amirsyah kepada CNNIndonesia.com saat dihubungi, Kamis (28/3). 


Amirsyah kemudian menerangkan kembali, persyaratan pemimpin yang tercantum dalam poin keempat adalah seorang yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam.
 


Sedangkan dalam poin kedua yang menyatakan memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama, Amirsyah menyebut hal itu merupakan proses pembentukan kontrak sosial agar terwujud negara yang berjalan secara demokrasi.Fatwa Hak Pilih Berdasar Aspek KonstitusionalMenurut dia, jika ada pemimpin yang memenuhi syarat tersebut maka memilihnya merupakan suatu kewajiban. 

Ia juga mengatakan, pemilih yang memilih untuk golput dengan alasan tidak ada pemimpin dengan kriteria di atas, maka pendapat itu dinilainya sangat subjektif. Menurut dia, calon pemimpin sudah memiliki irisan syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan syarat yang dikeluarkan fatwa MUI. 

"Seorang itu mencalonkan sebagai presiden tentu sudah memenuhi persyaratan yang ada dalam perundang-undangan.Yang empat syarat berdasarkan kriteria yang bersumber dari ajaran Islam. Sedangkan yang undang-undang itu dasarnya undang-undang, yang tidak bertentangan dengan fatwa MUI," ujar dia.

Amirsyah kembali menegaskan bahwa MUI tidak mengeluarkan fatwa golput haram, fatwa itu mewajibkan individu untuk memilih pemimpin. Kata-kata golput pun tidak ditemukan dalam fatwa itu. 

"Kata golput itu tidak ditemukan dalam fatwa tapi yang ada adalah kewajiban memilih pemimpin untuk menegakkan imarah atau kepemimpinan," ujar dia.
 


Menurut Amirsyah, MUI mengeluarkan fatwa untuk mewajibkan warga negara memilih pemimpin itu didasarkan pada undang-undang yang ada di Indonesia. Hal ini, kata dia, juga merupakan penerapan proses demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Ia menjelaskan, MUI mengacu pada sistem demokrasi dimana masyarakat memilih dari, untuk, dan oleh masyarakat itu sendiri.

Dia juga mengatakan hal itu merupakan norma yang mendasari poin pertama di fatwa itu yakni pemilu dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.

"Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, ketika ingin memilih kepemimpinan memang harus ada dasar dalam konstitusi. Kalau di kita ya UUD 1945 dan dalam UU Pemilu, itu yang dikenal sebagai aspek konstitusional yang menjadi dasar keluarnya fatwa ini juga," ujar dia.

Oleh karena itu, lanjutnya, tidak mungkin ada sebuah negara jika tidak ada kepemimpinan. Maka rakyat diwajibkan memilih.
 


"Dengan dasar imamah dan imarah itulah terdapat apa yang disebut dengan kontrak sosial antara pemimpin dengan rakyat yang dipimpin. Itu karena ada saling kepercayaan. Negara akan berjalan secara demokrasi," ucap dia.

Sementara dalam poin ketiga ia menerangkan terwujudnya kontrak sosial tentu akan mempermudah negara yang terdiri dari rakyat dan pemimpin ini, memperoleh manfaat dan kebaikan dari kepemimpinan itu. 

Poin ketiga menyatakan imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.

"Tanpa kepercayaan tidak mungkin bisa mewujudkan kemaslahatan," kata dia. 

Sebelumnya, MUI melalui Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI Muhyiddin Junaidi meminta masyarakat Indonesia menggunakan hak pilihnya saat Pemilu dan Pemilihan Presiden 2019 mendatang. Ia meminta masyarakat untuk tidak golput.

Sebab, kata Muhyiddin, agama telah melarang golput. Dalam fatwa MUI 2014 golput juga telah diharamkan. Muhyiddin tak memungkiri bahwa tak ada satu pun pemimpin yang ideal di dunia ini.

"Tapi kalau kita tidak gunakan hak pilih kita kemudian terjadi chaos itu kesalahan Anda," ucap dia. (ani/osc) CNN Indonesia Ingin Mengenalmu Lebih Baik.