Tangani Karhutla di Riau Seperti Pertarungan Ideologi

REDAKSIRIAU.CO,PEKANBARU - Penanganan Karhutla dengan merestorasi gambut nampaknya mulai menemui titik buntu dan berjalan ditempat. Hal itu tidak ubahnya seperti pertarungan ideologi tiada henti.

Begitulah pandangan yang diutarakan oleh Pengamat Lingkungan, Elviriadi. Kepada bertuahpos.com, dia menjelaskan, satu hal yang harus disadari dan perlu disadarkan kepada publik khususnya ibu menteri LHK dan aktivis, bahwa ini pertarungan ideologi.

"Hal itu sudah saya duga, dalam beberapa wawancara saya bilang waspada serangan balik mafia gambut. Eh, belum serangan balik, atau baru setakat rekonsiliasi kecil kecilan, para restorator gambut udah tiarap," katanya, Rabu (09/11/2016).

Loading...

Dia menambahkan, antara ideologi kapitalis warisan Orde Baru yang dikenal dengan pembangunanisme yang dinikmati kelanjutannya oleh penguasa hari ini. Tumbalnya adalah hutan dan segala isinya serta penduduk desa sekitar hutan yang jatuh melarat.

Lawannya adalah para aktivis, segelintir ilmuwan dan kelompok sipil yang menginginkan kelestarian hutan, menyelamatkan manusia, desa, dan membangun ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan yang tidak melukai rakyat, sebutlah ini sebagai ideologi perjuangan para pendiri republik.

Menurut pandangannya, dalam konteks ideologi ini, nyatalah gerakan menteri Siti tidak didukung oleh sistem negara yang ternyata mencintai cukong kapitalis. Sejalan dengan itu, NGO dan kelompok sipil yang bergerak belum sampai ke tingkat ideologis, dalam arti berjuang atas panggilan jiwa patriot, out of agenda, diluar agenda rutin, dengan atau tanpa anggaran, berjuang dgn harta dan diri.

"Wajar, ketika sudah dalam satu gelanggang perang di Pulau Padang dan Semenanjung Kampar, pilihan jadi rumit. Jika diteruskan, bisa jatuh korban, kriminalisasi, konflik horizontal yang tak berimbang. BRG yang mendeadline cukong agar merestorasi, perintah status quo operasional, penyanderaan PPNS, pengidentifikasian titik api diperusahaan, izin-izin bermasalah, owner perusahaan yang full power, semua itu adalah dinamika penting yang memerlukan dorongan ideologis," ujarnya.

Atas dasar itu, bisa dimaklumi BRG merangkul NGO untuk agenda jambore gambut di Jambi. Langkah itu berimplikasi ganda. Pertama, elemen pecinta lingkungan berkonsolidasi mengambil nafas, atau kedua, NGO terkena jurus memutar dari koleganya BRG sehingga semakin terjauhkan dari gelanggang perang, mengentaskan para penggasak ekosistem yang didukung penguasa.

Ikuti Terus Redaksiriau.co Di Media Sosial

Tulis Komentar


Loading...