Ratusan Tahun Perangi Nyamuk, Mengapa Manusia Selalu Gagal?

REDAKSIRIAU.CO – Tanpa kita sadari, perjuangan manusia dalam memerangi nyamuk Aedes yang sudah banyak menelan korban jiwa hingga kini tidak pernah berakhir.

 

Berbagai upaya pencegahan maupun pemusnahannya juga  secara rutin telah dilakukan, namun tetap saja perkembangannya semakin bertambah.

Loading...


Nyamuk Aedes membawa beragam virus penyebab penyakit, mulai yellow fever, demam berdarah dengue, hingga chikungunya. Kalau virus adalah teroris, maka Aedes adalah tank-nya.



Sementara hingga kini beragam penyakit karena Aedes belum bisa diatasi, nyamuk yang di Indonesia bisa dijumpai dalam jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus itu kembali membuat dunia heboh.
 


Aedes kali ini membuat virus Zika mendunia. Virus yang ditemukan pertama kali di Uganda pada tahun 1947 itu dinyatakan menyebabkan microcephaly. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan kewaspadaan.
 


Terhitung sejak epidemi yellow fever di Amerika Serikat tahun 1793 yang membunuh setidaknya 5.000 orang, maka manusia sebenarnya telah berperang melawan Aedes selama ratusan tahun.
 


Selama ratusan tahun itu, beragam teknologi telah berkembang. Tapi anehnya, manusia tetap belum dapat mengatasi Aedes. Bagaimana bisa? Bukanlah Aedes hanya makhluk kecil yang bisa mati dalam sekali pencet?
 


Karakter Aedes
 


Ada baiknya menilik karakter Aedes terlebih dahulu.
 


Sejumlah penelitian yang dilakukan para ilmuwan telah mengungkap karakter Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Terungkap, mereka memang makhluk yang suka berdekatan dengan manusia.
 


Profesor bidang parasitologi dari Universitas Indonesia, Suleha Sungkar, mengatakan, A albopictus banyak ditemukan di lingkungan pedesaan dan banyak berada di lingkungan luar rumah, seperti taman.
 


Sementara, A aegypti adalah makhluk yang suka berada di dalam rumah. "Karenanya disebut highly domesticated," katanya dalam diskusi virus Zika yang digelar Universitas Indonesia, Rabu (17/2/2016).
 


A albopictus adalah nyamuk yang cepat panik tetapi cerdas. Bila manusia bergerak saat darahnya dihisap, nyamuk itu akan cepat pergi.
 


Namun, A albopictus lebih cepat dalam menularkan virus. "Dalam sekali waktu, A albopictus bisa menularkan ke enam orang sekaligus," kata Suleha.
 


Sedangkan A aegypti adalah nyamuk yang agresif. Dia tetap akan menghisap darah walaupun manusia berontak. Karenanya, A aegypti biasanya mati setelah menghisap darah. Sebabnya? Karena manusia memencetnya.
 


Dua jenis nyamuk itu sangat suka dengan bau manusia. Mereka suka bersembunyi di ruang paling privat manusia, seperti ruang tidur, sela-sela pakaian yang digantung, dan tumpukan pakaian.
 


Keduanya juga nyaman berkembangbiak di bak mandi dan tempat apapun yang memiliki genangan air. "Mereka bisa breeding walaupun airnya hanya 1-2 cc," ungkap Suleha
 


Perilaku Manusia
 


Beragam karakteristik A aegypti dan A albopictus sebenarnya sudah sering disosialisasikan. Namun nyatanya, manusia memang hingga sekarang kurang menumbuhkan kewaspadaan pada wabah penyakit.
 


Pembangunan kawasan perumahan misalnya. Manusia senang membangun kawasan padat tanpa sistem suplai dan pembuangan air yang bagus. Akibatnya, ada banyak genangan di sekitar pemukiman.
 


"Lalu juga soal konsumsi plastik. Kita banyak pakai kemasan plastik dan membuang begitu saja. Itu memungkinkan adanya genangan dalam wadah," jelas Suleha.
 


Manusia juga kurang sadar arti penting kebersihan untuk mencegah penyakit. Contoh, bak mandi jarang dikuras sehingga menjadi medium perkembangbiakan nyamuk.
 


Hal lain, sementara manusia senang memelihara tanaman hias, sedikit yang memperhitungkan tanaman sebagai kontrol pada invasi nyamuk. Padahal ada tanaman yang bisa berperan sebagai penangkal nyamuk.
 


Survei yang dilakukan Suleha dan timnya menemukan, hunian kalangan kelas menengah merupakan kawasan yang paling rawan demam berdarah.
 


Salah satu sebabnya adalah kebiasaan menampung air. Masyarakat miskin terbiasa dengan air yang terbatas sehingga berhemat. Sementara masyarakat kelas menengah senang membuang dan menampung air dalam bak.
 


Kelas atas masih boros air namun punya lingkungan lebih bersih. Misalnya, kamar mandi sudah tidak dengan bak tetapi dengan shower dan bath up serta selalu dijaga kering.
 


Jadi?
 


Jadi, jika manusia sampai kini masih tak mampu mekakhlukkan Aedes, sebab utamanya karena manusia belum mampu menumbuhkan kesadaran untuk mengurangi risiko penyakit akibat nyamuk itu.
 


"Kita belum berupaya maksimal untuk mengendalikan vektor penyakit," kata Suleha. Upaya pengendalian Aedes kadang mengambil cara yang kurang efektif.
 


Selama 25 tahun, negara-negara Asia Tenggara fokus pada fogging. Suleha menyebut, upaya fogging tidak efektif dalam mengendalikan vektor.
 


"Yang di-fogging kadang hanya selokan sehingga hanya membunuh nyamuk Culex. Aedes yang banyak berada di dalam rumah tidak mati," ungkapnya.
 


Selain itu, fogging juga memerlukan biaya besar dan hanya efektif untuk sebulan. Setelah itu, fogging ulang harus dilakukan.
 


Menurut Suleha, perlu upaya kontrol vektor secara terintegrasi. Gubernur hingga tingkat RT bisa bergerak untuk membuat masyarakat sadar akan bahaya Aedes.
 


Masyarakat sendiri mulai membuat Aedes menjauh dari lingkungannya dengan langkah-langkah kecil yang sebenarnya sudah sering disosialisasikan.
 


Langkah itu misalnya menguras bak mandi secara rutin, menjaga kebersihan lingkungan dalam rumah, dan menjaga cahaya matahari tetap masuk ke dalam rumah.
 


Masyarakat juga bisa menanam tanaman anti-nyamuk, seperti zodia. Bagi yang merancang rumah baru, atap dan talang bisa dirancang sehingga tidak memungkinkan air tergenang.
 


Mengurasi emisi ternyata juga berperan penting. "Perubahan iklim akan menyediakan kesempatan bagi nyamuk Aedes untuk berkembangbiak dan mengancam kita," jelas Suleha.

 

Ikuti Terus Redaksiriau.co Di Media Sosial

Tulis Komentar


Loading...